Koherensi Keluarga Dalam Membentuk Resiliensi

Ditinjau oleh : Feslika Rezki Yudiyasiwi, S.Psi., M.Psi., Psikolog (Psikolog Klinis) – 26 Juni 2024

Keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus, rentan mengalami berbagai tekanan atau situasi sulit. Keberadaan keluarga sebagai caregiver, yang membantu, merawat, mendampingi atau melakukan pengawasan bukanlah hal yang mudah. Beberapa tekanan dapat dirasakan terkait dengan kesejahteraan fisik, kesejahteraan psikiologis, relasi sosial, hubungan pernikahan, kesulitan finansial, dan pengasuhan. Tidak menutup kemungkinan kondisi ini akan berlanjut menimbulkan dampak negatif seperti frustasi, depresi, mengalami gangguan psikologis, kesejahteraan psikologis yang negatif, menurunkan kualitas hidup, dan berdampak dalam keberfungsian keluarga itu sendiri. Akibatnya, tidak hanya mempengaruhi kondisi kesehatan caregiver, tetapi bisa menimbulkan masalah dalam aktivitas keluarga, kurangnya waktu luang dalam melakukan kegiatan lain, serta masalah dalam interaksi antar anggota keluarga, termasuk relasi antar saudara kandung maupun relasi antara orang tua dengan anak.

Untuk mencegah atau mengatasinya, keluarga perlu memiliki resiliensi agar siap dan mampu menyesuaikan diri terhadap permasalahan yang dialami secara positif. Resiliensi ini dapat terbentuk melalui koherensi keluarga. Koherensi keluarga terdiri dari tiga komponen yaitu comprehensibility, meaningfulness, dan manageability.

  1. Komponen comprehensibility, merupakan suatu keyakinan keluarga bahwa peristiwa yang dialami/tantangan hidup dapat dipahami, terstruktur, dapat diprediksi dan dapat dijelaskan.
  2. Komponen meaningfulness merupakan suatu cara pandang terhadap tekanan lingkungan, sebagai sesuatu yang berharga dan menantang.
  3. Komponen manageability merupakan ragam sumber daya yang dimiliki dan kemampuan keluarga dalam mengelola sumber daya tersebut dalam menghadapi situasi yang sulit.

Keluarga membutuhkan resiliensi untuk mencegah menyikapi situasi secara negatif atau sebagai ancaman, sehingga keluarga mudah mengalami stres dan merasa tertekan. Kondisi keluarga yang tertekan, tentu cenderung mempengaruhi perkembangan anak menjadi tidak optimal. Keluarga yang resilien akan mampu beradaptasi, memulihkan diri, dan bertumbuh dalam menghadapi tekanan, baik di masa kini maupun dari waktu ke waktu. Keluarga yang resilien mampu mencari solusi atau pemecahan masalah yang baik ketika berada pada situasi sulit.

Referensi:

Meutiasari, M., Kinanthi, M. R., & Brebahama, A. (2020). Peran Koherensi Keluarga terhadap Resiliensi Keluarga yang Memiliki Anak Cerebral Palsy. Jurnal Ilmiah Psikologi MIND SET, 11(02), 86–98. https://doi.org/10.35814/mindset.v11i02.1413

Ngai, F. W., & Ngu, S. F. (2014). Family sense of coherence and family adaptation among childbearing couples. Journal of Nursing Scholarship, 46(2), 82–90. https://doi.org/10.1111/jnu.12045

Refrensi Gambar :
https://www.freepik.com/free-vector/child-adoption-concept-illustration_23848475.htm#page=2&query=family&position=25&from_view=keyword&track=sph&uuid=1f33997f-d4bd-418c-8758-d5c4a1b6bb2a#position=25&page=2&query=family